1. Asal Kata dan Pengertian Kata Kelarasan
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali terjadi
kerancuan mengenai kata “lareh” dengan kata “laras”. Dalam bahas
daerah Minangkabau, kata “lareh” berarti hukum, yaitu hukum adat. Jadi
lareh Koto Piliang berarti Hukum Adat Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago
berarti Hukum Adat Bodi Caniago. Disamping itu kata lareh berarti “daerah”
seperti Lareh Nan Panjang.
Menurut kepercayaan orang Minangkabau yang berpedoman
kepada tambo Alam Minangkabau, pertama sekali didirikan Lareh Nan Panjang yang
berpusat di Pariangan Padang Panjang yang dianggap sebagai nagari tertua di
Minangkabau. Pucuk pimpinan pada waktu itu Dt. Suri Dirajo. Nagari yang
termasuk daerah Lareh Nan Panjang adalah : Guguak Sikaladi, Pariangan, Padang
Panjang, Sialahan, Simabua, Galogandang Turawan, Balimbiang. Daerah ini
dikatakan juga Nan Sahiliran Batang Bangkaweh, hinggo Guguak Hilia, Hinggo
Bukik Tumansu Mudiak.
Semasa penjajahan Belanda daerah Minangkabau dijadikan
Kelarasan yang dikepalai oleh seorang Laras atau Regent. Kelarasan bikinan
penjajahan Belanda ini merupakan gabungan beberapa Nagari dan tujuannya lebih
mempermudah pengontrolan oleh penjajah. Yang menjadi laras atau regent ditunjuk
oleh Belanda. Setelah penjajahan Belanda berakhir, maka kelarasan bikinan
Belanda ini juga lenyap tidak sesuai dengan susunan pemerintahan secara adat
yang berlaku di Minangkabau.
2. Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Chaniago dengan
Daerahnya.
Yang termasuk lareh Koto Piliang dengan pengertian
yang memakai sistem adat Koto Piliang disebut Langgam Nan Tujuah.
Langgam Nan Tujuh itu adalah sebagai berikut:
1.Sungai Tarab Salapan Batu, disebut
Pamuncak Koto Piliang
2. Simawang Bukik Kanduang, disebut Perdamaian Koto Piliang
3. Sungai Jambu Lubuak Atan, disebut Pasak Kungkuang Koto Piliang
4. Batipuah Sepuluh Koto disebut Harimau Campo Koto Piliang
5. Singkarak Saniang Baka, disebut Camin Taruih Koto Piliang
6. Tanjung Balik, Sulik Aia, disebut Cumati Koto Piliang
7. Silungkang, Padang Sibusuak, disebut Gajah Tongga Koto Piliang
2. Simawang Bukik Kanduang, disebut Perdamaian Koto Piliang
3. Sungai Jambu Lubuak Atan, disebut Pasak Kungkuang Koto Piliang
4. Batipuah Sepuluh Koto disebut Harimau Campo Koto Piliang
5. Singkarak Saniang Baka, disebut Camin Taruih Koto Piliang
6. Tanjung Balik, Sulik Aia, disebut Cumati Koto Piliang
7. Silungkang, Padang Sibusuak, disebut Gajah Tongga Koto Piliang
Disamping Langgam Nan Tujuh, nagari-nagari lain yang
termasuk Lareh Koto Piliang adalah Pagaruyuang, Saruaso, Atar, Padang
Gantiang, Taluak Tigo Jangko, Pangian, Buo, Bukik Kanduang, Batua, Talang
Tangah, Gurun, Ampalu, Guguak, Padang Laweh, Koto Hilalang, Sumaniak, Sungai
Patai, Minangkabau, Simpuruik, Sijangek.
Pusat pemerintahan Lareh Koto Piliang di Bungo
Satangkai Sungai Tarab. Dengan demikian pusat pemerintahan sudah tidak di
Pariangan Padang Panjang lagi. Daerah-daerah yang termasuk Lareh Bodi Canago
disebut juga dalam tambo “Tanjuang Nan Tigo, Lubuak Nan Tigo” :
Tanjuang Nan
Tigo
1. Tanjuang Alam
2. Tanjuang Sungayang
3. Tanjuang Barulak
1. Tanjuang Alam
2. Tanjuang Sungayang
3. Tanjuang Barulak
Lubuak Nan
Tigo
1. Lubuak Sikarah di Solok
2. Lubuak Simauang di Sawahlunto Sijunjung
3. Lubuak Sipunai di Tanjuang Ampalu
1. Lubuak Sikarah di Solok
2. Lubuak Simauang di Sawahlunto Sijunjung
3. Lubuak Sipunai di Tanjuang Ampalu
Disamping Lubuak Nan Tigo dan Tanjuang Nan Tigo, yang
termasuk Lareh Bodi Caniago juga adalah Limo Kaum XII Koto dan sembilan
anak kotonya. Daerah yang termasuk XII Koto adalah: Tabek, Sawah Tengah,
Labuah, Parambahan, Sumpanjang, Cubadak, Rambatan, Padang Magek, Ngungun,
Panti, Pabalutan, Sawah Jauah. Sembilan Anak Koto Terdiri Dari : Tabek
Boto, Salaganda, Baringin, Koto Baranjak, Lantai Batu, Bukik Gombak, Sungai
Ameh, Ambacang Baririk, Rajo Dani. Pusat pemerintahan di Dusun Tuo Limo
Kaum.
Suatu peninggalan Lareh Bodi Caniago yang sampai saat
sekarang merupakan monumen sejarah adalah Balairung Adat yang terdapat di desa
Tabek. Di Balairung Adat inilah segala sesuatu dimusyawarahkan oleh ninik mamak
bodi caniago pada masa dahulu.
3. Beberapa Pendapat Tentang Lahirnya Koto Piliang dan
Bodi Caniago
Mengenai lahirnya Koto Piliang dan Bodi Caniago ada
beberapa versi. Datuk Batuah Sango dalam bukunya Tambo Alam Minangkabau
mengemukakan sebagai berikut :
“…sesudah itu mufakatlah nenek Datuk Ketumanggungan
dengan Datuk Perpatih Nan Sabatang dengan Datuk Suri Dirajo hendak membagi
kelarasan, maka dibagilah oleh orang yang bertiga itu menjadi dua kelarasan…”.
Adapun sebabnya dibagi dua laras negeri itu yaitu
karena yang menjadi kepala atau yang punya pemerintahan ialah Datuk
Ketumanggungan, dialah yang menjadi raja pada waktu itu. Sebab Datuk
Ketumanggungan ini adalah anak dari raja, dan datuk perpatih ini yaitu di bawah
Datuk Ketumanggungan sebagai berpangkat mangkubumi (perdana menteri) karena ia
adalah orang yang pandai mengatur kerajaan sehingga negeri pariangan padang
panjang menjadi besar dan sempurna peraturannya.
Dan dapat pula ia meluaskan pemerintahan samapai ke durian
ditakuak rajo hingga sialang balantak basi sampai ke sipisau-pisau
hanyuik hingga semuanya adalah oleh peraturan Datuk Perpatih Nan Sabatang.
Oleh karena itu berfikirlah Datuk Ketumanggungan akan membalas jasa usaha dari
Datuk Perpatih Nan Sabatang dan mufakatlah Datuk Ketumanggungan, Datuk Perpatih
Nan Sabatang serta Datuk Suri Dirajo dengan segala penghulu-penghulu, manti dan
hulubalang, sambil Datuk Ketumanggungan bersuara lebih dahulu dalam kerapatan, karena
nagari sudah ramai dan peraturan sudah sempurna diatur oleh Datuk Perpatih Nan
Sabatang, tidaklah saya dapat membalas budinya itu melainkan negeri ini saya
berikan sebagian supaya boleh ia berkuasa pula memerintah dalam negeri ini.
Sesudah bicara Datuk Ketumanggungan itu, maka dijawab
oleh anggota kerapatan, itulah kata tuanku yang pilihan atau kata yang tak
boleh dipalingkan lagi. Sebab itulah pemerintahan Datuk Ketumanggungan
bernama Koto Piliang berasal dari kota pilihan, atau dari kata yang tidak boleh
dipalingkan. Pemerintahan Datuk Perpatih Nan Sabatang bernama Bodi Caniago yang
berasal dari budi yang berharga.
Untuk memperoleh pengertian dari kutipan diatas
adalah, bahwa pada mulanya kepala pemerintahan adalah Datuk Ketumanggungan
sesudah ayahnya meninggal dunia. Sedangkan yang membantunya sehari-hari adalah
adiknya yang berlainan ayah yaitu Datuk Perpatih Nan Sabatang.
Berkenaan adiknya telah berrbuat baik dalam meluaskan
daerah dan pemerintahan, timbulah niat saudaranya untuk membalas budi baik
adiknya Datuk Perpatih Nan Sabatang. Niatnya ini disampaikan pada suatu sidang
kerapatan adat. Setelah niatnya disampaikan kepada sidang kerapatan, untuk
memberi daerah kekuasaannya sebagian kepada adiknya semua anggota sidang
kerapatan setuju dengan rencana yang dikemukakan oleh Datuk Ketumanggungan.
Bahkan dikatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Datuk Ketumanggungan tersebut,
sudah merupakan kata pilihan, dengan arti kata tidak perlu lagi dipersoalkan.
Dari sinilah asal kata Koto Piliang yaitu dari kata
yang pilihan. Sedangkan pemerintahan atau sistim adat Bodi Caniago berasal dari
bodi baharago (budi yang berharga), yaitu Datuk Perpatih Nan Sabatang telah
bertanam budi terlebih dahulu dan kemudian mendapat penghargaan dari saudaranya
Datuk Ketumanggungan.
Pendapat lain mengatakan bahwa Bodi Caniago berasal
dari kata “bodhi caniago” yang artinya berasal dari kata bhodi can yaga
yang artinya bahwa budi nurani manusialah yang menjadi sumber kebajikan dan
kebijakan. Sedangkan Koto Piliang berasal dari bahasa sansekerta yaitu ”koto
pili” yang dari kata pili hyang artinya segala sesuatu bersumber sabda dari
hyang dan pili sama artinya dengan karma atau dharma. Datuk Ketumanggungan
seorang penganut hiduisme yang regilius, percaya manusia disusun dalam kerangka
hirarki piramidal dengan pucuk, seorang pribadi yang merenungkan langit
(hyang). Datuk Perpatih Nan Sabatang seorang egaliter, demokrat murni yang
menilai tinggi kedudukan pribadi yang menganut persamaan dan kesamaan.
Pada dasarnya orang minangkabau sampai sekarang masih
memegang teguh asal kata Koto Piliang dan Bodi Caniago yang bersumberkan kepada
tambo Alam Minangkabau. (Red)
*** Disadur dari berbagai sumber ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar