Ranah Nan Elok, Siap Menyonsong Globalisasi Tanpa Meningalkan Khasanah Nagari Sendiri.
Sabtu, 13 Juni 2015
Surau, Simbol Masyarakat Nagari Hukum Adat
Di jaman saisuak, Surau adalah tempat anak nagari menimba ilmu, sekaligus menjadi tempat pendewasaan seorang lelaki menuju lelaki sejati. Sebelum mengarungi pahit getirnya hidup, di sinilah seorang anak laki-laki terlebih dahulu ditempa, diajarkan, soal seluk-beluk ilmu agama, serta ilmu duniawi.
Selelum berumah tangga, anak laki-laki di Minangkabau, khususnya di Nagari Gauang, lazim tidur d Surau. Tak ayal , begitu banyak kenangan terindah yang terukhir di Surau, guyauan samo gadang, tawa dan canda menjelang magrib, momentum dimarahi guru gara-gara nakal, pun menjadi inspirasi tersendiri seiring berjalannya waktu dalam menapaki umur yang terus berlanjut.
Selain belajar mengaji, guru di Surau juga mengajari muridnya ilmu beladiri silek, hingga dari surau terlahir pendekar-pendekar Minang yang tangguh. Kebetulan belajar silek digelar larut malam di bawah kandang Surau, bercahayakan lampu togok nan temaram. Meski telah tua, kehebatan silek guru Surau jangan dianggap enteng, lakek tangannya bisa bahayo.
Demikian benar sekilas pentingnya Surau, sebagai simbol bagi masyarakat nagari hukum adat, selain bertepian tempat mandi, bergelanggang bamusajik, serta babalai adat atok langik. Di Surau juga ditanamkan raso (rasa perasaan) sebagai landasan hidup bermasyarakat di Minangkabau.
Bagaimana kini, apakah di banyak daerah Surau juga masih demikian adanya. Allahualam Bissawab... (Red)
Asal-usul Nama Solok
SOLOK – Menurut cerita
orang tua-tua terdahulu, nama daerah Solok berawal dari sebutan nama Nagari
Solok, persisnya Kota Solok sekarang. Namun sebutan nama Solok justru akhirnya
menjadi lazim ketika menyebutkan daerah asalnya tatkala tengah berada di luar
daerah dan di perantauan, meskipun orang tersebut sesungguhnya berasal dari
Nagari Selayo, Koto Baru, Cupak, Talang, Singkarak, Koto Anau, Gauang,
Panyakalan, Muara Panas, Kinari, Kayu Aro, Guguk, dan lain sebagainya.
Konon sebutan
Solok bermakna saelok alias baik. Dari penuturan sejumlah tokoh adat, daerah
Solok bermula juga dari sejarah Kubuang Tigobaleh, persisnya semasa Sumatra
Barat ini masih sitem kerajaan Minangkabau.Konon Kubuang Tigobaleh berarti kubuang
tiga belas datuk dari lingkungan kerajaan Minangkabau, terkait sesuatu
persoalan, sehingga dianggap pembangkang. Artinya dulu raja Minangkabau yang
sedang berkuasa marah besar,sehingga memutuskan mengusir tiga belas datuk dari
lingkungan kerajaan.
Para niniak rang
Kubuang Tigobaleh tersebut pun pergi mencari daerah baru. Awalnya dari
Pariangan Padang Panjang berjalan ke arah Danau Singkarak, dan ketika sampai di
daerah Aripan sekarang, mereka menoleh ke suatu hamparan yang terlihat datar di
bawah, sehingga pada saat itu terucaplah kata disitulah tampak nan raso kaelok
yang kemudian berubah menjadi Solok.
Dalam
perjalanannya, para rombongan itu juga sempat menuju tempat ketinggian guna
meninjau keadaan alam untuk ditempatinya, yaitu Bukit Gurunan (dekat Payo), dan
ada sejumlah sumber mengatakan bahwa tempat itu adalah Aur Berangin (daerah
Gaung). Akan tetapi alasan yang lebih dapat diterima logika bahwa tempat
ketinggian tersebut diprediksikan Padang si ribu-ribu (dekat Kuncir) atau bukit
antara Teluk dengan Tanjung Paku.
Dari tempat
ketinggian inilah nenek moyang orang Solok melihat suatu dataran yang cukup
baik yang mereka sebut dengan saelok-eloknyo yang dalam perkembangannya kata
saelok-eloknyo berubah menjadi Solok. Karena informasi mengenai sejarah
terjadinya nama daerah/nagari kebanyakan berasal dari cerita lisan, sangat
sedikit sekali secara tertulis atau berupa catatan.
Sehingga sejarah
awal mula nama suatu daerah memiliki banyak versi. Generasi sekarang menerima
kebenaran sejarah adalah dari tambo, dan cerita-cerita dari orang tua-tua
terdahulu yang dianggap tokoh adat, sangat sedikit dikuatkan dengan peninggalan
bukti sejarah. Berbeda dengan sejarah di daerah lain, yang diperkuat dengan
peninggalan prasasti, monumen, candi-candi, sebagaimana kerajaan Sparta,
Athena, Mesir dan lain sebagainya. Namun dilain sisi, banyak juga pihak yang
menyatakan kata Solok juga berasal dari kata selo.
Hal ini
disebabkan karena adanya Batang Sumani yang berbelok-belok (selo) dan kemudian
kata tersebut juga berubah menjadi Solok. Versi lain menyebutkan, konon nenek
moyang orang Solok dahulunya mempunyai kemampuan lebih dalam setiap
menyelesaikan berbagai masalah, dan memiliki wawasan, pola pikir yang luas jauh
ke depan sehingga dengan kemampuan tersebut, membuat Pimpinan Luhak Tanah Datar
dahulunya sering memberikan tugas kepada mereka untuk menyelesaikan
permasalahan yang terjadi di Luhak Tanah Datar. Dengan janji apabila tugas
tersebut berhasil diselesaikan, kepada mereka dijanjikan imbalan sesuai
permintaan mereka. Berkat sukses dalam menyelesaikan masalah, diberikan pada
mereka suatu wilayah di luar Luhak Tanah Datar, yaitu Daerah Kubuang Tigo Baleh
sekarang yang pada waktu itu belum lagi disebut Kubuang Tigo Baleh.
Pada zaman
penjajahan, Onder Distrik Solok dikepalai oleh Demang. Di era Distrik, Solok
dikepalai oleh Controleur, sewaktu Afdeling Solok, termasuk di dalamnya
Afdeling Sawahlunto dikepalai oleh Resisten Rest Indent. Pada zaman
kemerdekaan, Solok disempurnakan menjadi daerah Kabupaten Daerah Tingkat II
Solok sebagaimana diatur
Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam
Lingkungan Provinsi Sumatra Tengah. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah). Namun selanjutnya disempurnakan lagi dengan
pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004, tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintahan ini dipimpin oleh seorang
bupati sebagai kepala daerah.
Semenjak
diresmikannya Kotamadya Solok pada tanggal 16 Desember 1971, maka Nagari Solok
yang semula merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Solok telah berdiri sendiri
menjadi daerah tingkat II, dengan mempunyai kedudukan yang sama dengan
Kabupaten Solok. Meskipun Solok telah berdiri sendiri dengan nama Kota Solok,
namun Ibukota Kabupaten Solok sampai lahirnya Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun
2004 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Solok Dari Wilayah Kota Solok ke Kayu
Aro-Sukarami (Arosuka) di Wilayah Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok
masih tetap berada di Solok. (Red)
Langganan:
Postingan (Atom)